Kamis, 30 Juli 2015

Yang Harus Anda Ketahui Tentang BUMN



Dasar Hukum BUMN

Konsep dasar dibentuknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengacu kepada badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pengertian dari kekayaan negara yang dipisahkan ialah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.Dasar hukum BUMN tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

BUMN dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan untuk mencukupi APBN.

BUMN dapat berbentuk Perseroan Terbuka yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

BUMN dapat berbentuk Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Landasan pendirian BUMN dimaksudkan sebagai perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

Dilihat dari pasal 2 UU No.19 Tahun 2003 tentang Maksud dan Tujuan BUMN :

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
1.      Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
2.      Mengejar keuntungan;
3.      Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
4.      Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
5.      Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Pasal 4 UU No.19 Tahun 2003 tentang Permodalan BUMN :

1)      Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2)      Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari :
a.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b.      Kapitalisasi cadangan;
c.       Sumber lainnya.
3)      Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4)      Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atau saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
5)      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.
6)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kelebihan BUMN
  1. Menguasai sektor yang vital bagi kehidupan rakyat banyak
  2. Mendapat jaminan dan dukungan dari negara
  3. Permodalannya sudah pasti karena mendapat modal dari negara
  4. Kelangsungan hidup perusahaan terjamin
  5. Sebagai sumber pendapatan Negara
Sektor yang terlibat dalam BUMN

Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan :
1.      Perum Perhutani
2.      Perum Prasarana Perikanan Samudera
3.      PT. Inhutani I
4.      PT. Perkebunan Nusantara
5.      PT. Pertani

Sektor Pertambangan dan Penggalian :
1.      PT. Aneka Tambang
2.      PT. Bukit Asam
3.      PT. Pertamina
4.      PT. Sarana Karya
5.      PT. Timah

Sektor Transportasi dan Pergudangan :
1.      Perum Damri
2.      PT. Angkasa Pura 1 dan 2
3.      PT. ASDP Indonesia Ferry
4.      PT. KAI
5.      PT. Jasa Marga

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi :
1.      PT. Askrindo
2.      Bank Rakyat Indonesia
3.      Bank Nasional Indonesia
4.      Bank Mandiri
5.      PT. Jamsostek

Sektor Informasi dan Komunikasi :
1.      Perum LKBN ANTARA
2.      Perum Produksi Film Negara
3.      PT. Telekomunikasi Indonesia

Sumber :

Minggu, 31 Mei 2015

HAKI ( Hak Atas Kekayaan Intelektual )



HaKI merupakan hak Negara yang diberikan kepada seluruh warga negaranya, HaKI berasal dari kata  Intellectual Property Right yang artinya pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Istilah atau terminologi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HaKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Syarat Membuat Hak Paten

HAK PATEN oleh negara secara ekslusif diberikan kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi. Hal ekslusif itu diberikan untuk periode waktu tertentu dengan melaksanakan sendiri invensinya atau nmemberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.  Jadi bagaimana cara menurus ijin paten dan apa saja dasar hukum dari pengurusan ijin paten, berikut syarat membuat Hak Paten.
a.    Isian formulir yang telah disediakan dalam Bahasa Indonesia dan diketik rangkap empat.
b.    Formulir dilampiri :
a)    Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui konsultan paten terdaftar sebagai kuasa;
b)    Surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
c)    Deskripsi, klaim dan abstrak (ringkasan deskripsi yang menggambarkan inti invensi);
d)    Gambar (teknik), apabila ada;
e)    Bukti prioritas asli dan terjemahannya halaman depan dalam Bahasa Indonesia rangkap empat, apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas;
f)    Terjemahan uraian penemuan dalam Bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain Bahasa Inggris;
g)    Bukti pembayaran biaya permohonan paten sebesar Rp. 575.000; dan
h)    Bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000 (seratus dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk pemeriksaan substanstif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000;
i)    Tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 klaim: Rp 40.000 per klaim.

Pelanggaran dan Sanksi HaKI

Sanksi yang diberikan bagi pelanggar adalah tuntutan hukuman pidana, atau juga gugatan perdata, jika dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, tanpa hak meniru/menyalin, menerbitkan/menyiarkan, memperdagangkan/mengedarkan, atau tanpa hak menjual hasil karya cipta orang lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan), maka akan dikenakan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi ‘pidana’.
Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang dari hasil pelanggaran Hak Cipta, maka dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun, dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).  Dan untuk memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program komputer, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sumber :


Sabtu, 02 Mei 2015

Macam-macam Asas Perjanjian Kontrak



Dalam dunia perjanjian kontrak kita mengenal asas-asas hukum perjanjian yang seperti kita ketahui dalam sebuah kontrak karya harus menghormati asas-asas ini yaitu Asas Kebebasan Berkontrak (Contractsvrijheid), Asas Konsensualisme (Consensualisme), dan Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda). Indonesia sangat menjamin kebebasan berkontrak sehingga banyak sekali perusahaan-perusahaan asing yang menjalin perjanjian dengan pihak manapun.Asas kebebasan berkontrak disini berarti  bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak, Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik  tolaknya adalah kepentingan individu pula

Menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat  (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak berarti setiap orang menurut kehendak bebasnya dapat membuat perjanjian dan mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Namun kebebasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.

Adapun Asas Konsensualisme dapat ditemukan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang dapat kita artikan untuk mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu penjualan. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyarahan atau memenuhi bentuk yang disyaratkan oleh undang-undang.

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata Yaitu merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.  Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Sumber :