Minggu, 31 Mei 2015

HAKI ( Hak Atas Kekayaan Intelektual )



HaKI merupakan hak Negara yang diberikan kepada seluruh warga negaranya, HaKI berasal dari kata  Intellectual Property Right yang artinya pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Istilah atau terminologi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HaKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Syarat Membuat Hak Paten

HAK PATEN oleh negara secara ekslusif diberikan kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi. Hal ekslusif itu diberikan untuk periode waktu tertentu dengan melaksanakan sendiri invensinya atau nmemberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.  Jadi bagaimana cara menurus ijin paten dan apa saja dasar hukum dari pengurusan ijin paten, berikut syarat membuat Hak Paten.
a.    Isian formulir yang telah disediakan dalam Bahasa Indonesia dan diketik rangkap empat.
b.    Formulir dilampiri :
a)    Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui konsultan paten terdaftar sebagai kuasa;
b)    Surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
c)    Deskripsi, klaim dan abstrak (ringkasan deskripsi yang menggambarkan inti invensi);
d)    Gambar (teknik), apabila ada;
e)    Bukti prioritas asli dan terjemahannya halaman depan dalam Bahasa Indonesia rangkap empat, apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas;
f)    Terjemahan uraian penemuan dalam Bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain Bahasa Inggris;
g)    Bukti pembayaran biaya permohonan paten sebesar Rp. 575.000; dan
h)    Bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000 (seratus dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk pemeriksaan substanstif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000;
i)    Tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 klaim: Rp 40.000 per klaim.

Pelanggaran dan Sanksi HaKI

Sanksi yang diberikan bagi pelanggar adalah tuntutan hukuman pidana, atau juga gugatan perdata, jika dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, tanpa hak meniru/menyalin, menerbitkan/menyiarkan, memperdagangkan/mengedarkan, atau tanpa hak menjual hasil karya cipta orang lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan), maka akan dikenakan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi ‘pidana’.
Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang dari hasil pelanggaran Hak Cipta, maka dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun, dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).  Dan untuk memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program komputer, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sumber :


Sabtu, 02 Mei 2015

Macam-macam Asas Perjanjian Kontrak



Dalam dunia perjanjian kontrak kita mengenal asas-asas hukum perjanjian yang seperti kita ketahui dalam sebuah kontrak karya harus menghormati asas-asas ini yaitu Asas Kebebasan Berkontrak (Contractsvrijheid), Asas Konsensualisme (Consensualisme), dan Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda). Indonesia sangat menjamin kebebasan berkontrak sehingga banyak sekali perusahaan-perusahaan asing yang menjalin perjanjian dengan pihak manapun.Asas kebebasan berkontrak disini berarti  bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak, Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik  tolaknya adalah kepentingan individu pula

Menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat  (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak berarti setiap orang menurut kehendak bebasnya dapat membuat perjanjian dan mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Namun kebebasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.

Adapun Asas Konsensualisme dapat ditemukan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang dapat kita artikan untuk mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu penjualan. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyarahan atau memenuhi bentuk yang disyaratkan oleh undang-undang.

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata Yaitu merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.  Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Sumber :